Komunitas Hulu Ongkag Tanoyan Peringati HKMAN dan 22 Tahun AMAN
Lolayan,WB-Dewan Adat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Bolaang Mongondow (AMANBOM) beserta jajaran pengurus wilayah se Sulawesi Utara, mengikuti peringatan hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara (HKMAN) dan 22 tahun Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), secara virtual atau zoom meeting, Rabu (17/3/2021).
Dalam kesempatan itu, pengurus daerah AMANBOM, keterwakilan gender perempuan adat Bolaang Mongondow, turut bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dalam memperingati HKMAN (17 Maret 1999 – 2021) dengan tema ‘Tetap Tangguh Di Tengah Krisis’.
Kepada media ini, ketua Komunitas Adat Hulu Ongkag Tanoyan, Zakaria Kobandaha, usai mengikuti kegiatan menyampaikan, HKMAN yang diperingati setiap tanggal 17 maret ini untuk memperingati perjuangan hak-hak masyarakat Adat (pribumi) sebagaimana tertuang dalam deklarasi PBB tentang hak masyarakat adat tahun 2007.
“Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) adalah organisasi kemasyarakatan independen dengan visi untuk mewujudkan kehidupan yang adil dan sejahtera bagi semua masyarakat adat di Indonesia,” kata dia.
“AMAN bekerja di tingkat lokal, nasional, dan internasional untuk mewakili dan melakukan advokasi untuk isu-isu masyarakat adat. Dimana, kami beranggotakan sekitar 2.373 komunitas adat di seluruh Indonesia yang berjumlah sekitar 17 juta anggota individu,” sambungnya.
Ia juga menjelaskan, bahwa mereka menempati wilayah adat secara turun-temurun. Yang mana lanjut dia, masyarakat adat memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mempertahankan keberlanjutan kehidupan mereka sebagai komunitas adat.
“AMAN dibentuk pada 1999 sesuai dengan keputusan Kongres Masyarakat Adat Nusantara yang pertama (KMAN I) pada 17 Maret 1999, lebih dari 400 pemimpin masyarakat adat di Nusantara berkumpul di Hotel Indonesia Jakarta. KMAN I membahas dan mencari solusi untuk mengatasi ancaman terhadap eksistensi Masyarakat Adat, termasuk pelanggaran hak asasi, perampasan tanah adat, pelecehan budaya, dan berbagai kebijakan yang mendiskriminasi masyarakat adat,” jelasnya.
“Secara nasional Indonesia adalah negara yang ikut ratifikasi instrumen dan perjanjian HAM internasional dan telah memiliki peraturan Undang-Undang No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Berdasarkan deklarasi dan peraturan perundang-undangan tersebut, maka kami mayarakat adat sebagai bagian integral dari komunitas adat di Indonesia dengan ini menuntut keadilan di atas tanah kami yang telah di abaikan dan terampas, sebagai berikut;
1. Bahwa ekspansi perusahaan Pertambangan yang sudah mencapai lebih dari separuh luas wilayah Kabupaten Hulu Ongkag kecamatan Lolayan. Hal ini sangat berpotensi besar ancaman yang sangat serius bagi masyarakat Adat Hulu Ongkag yang mendiami wilayah-wilayah yang dikuasai oleh perusahaan pertambangan. Dimana mereka akan kehilangan Hutan yang di anggap sebagai mama atau ibu bagi masyarakat adat.
2. Bahwa pemerintah telah menerbitkan kebijakan dan menetapkan tanah dan hutan di Kabupaten Bolaang Mongondow sebagai kawasan ekonomi khusus, dipergunakan untuk kepentingan industri skala besar, yang beropetensi mengancam dan merugikan hak-hak masyarakat adat Bolaang Mongondow.
Dirinya juga menegaskan, bahwa nasib mereka bukan ditentukan dari perusahaan pertambangan, melainkan dari Tuhan. “Hutan dan alam telah mengajarkan dan membesarkan kami. Perusahaan bukan solusi dapur orang Bolaang Mongondow . Tuhan yang menjadi penentu nasib kami, hargai dan jangan pernah mengintervensi kami. Dan Putusan MK 35 sangat jelas, bahwa hutan adat bukan lagi Hutan milik Negara tapi milik Masyarakat Adat,” tutur dia.
Iapun kembali mengingatkan, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012 (disingkat dengan Mk 35) yang berbunyi hutan adat bukan lagi hutan milik Negara.
“Hutan adat harus dikembalikan kepada masyarakat adat. Namun hanya tinggal pernyataan yang bersifat tertulis dan realisasi serta implementasinya bertolak belakan dengan yang terjadi di lapangan. Pemerintah atau dinas-dinas terkait menguasai hutan adat tersebut, dan Pemberian ijin-ijin pengolahan hutan pun dikeluarkan oleh pemerintah daerah, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat tanpa bersosialisasi dengan masyarakat adat.” Tegasnya.
Sekedar diketahui, Hulu Ongkag adalah tanah adat, bukan tanah kosong. Stop ekspolitasi wilayah masyarakat adat dan penuhi hak masyarakat. (**)
*Komunitas Adat Hulu Ongkag Tanoyan, Rabu 17 Maret 2021*
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.