Diduga Masyarakat Penambang Tanoyan IUP 100 Hektare di Intimidasi, Gubernur Sulut Yulius Selvanus Diminta Bertindak
BOLMONG,WB—Situasi di wilayah pertambangan seluas 100 hektare dalam Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) milik Koperasi Produsen Perintis makin memanas.
Masyarakat lokal yang selama ini menggarap dan memiliki dasar hukum atas lahan, kini mengaku mulai mendapat intimidasi, diskriminasi, hingga ancaman kriminalisasi dari pihak-pihak yang ingin mengambil alih secara sepihak demi memuluskan rencana penambangan mereka.
Dalam kondisi yang kian memanas ini, Gubernur Sulawesi Utara, Mayjen TNI (Purn) Yulius Selvanus, SE, didesak segera memanggil semua pihak terkait untuk meredam potensi rusuh sosial di lapangan.
Desakan ini datang dari Ketua Perkumpulan Putra Putri Angkatan Darat (P3AD) Sulawesi Utara, Eko Jachson Maichel Tuppang.
Eko Jachson, yang juga memiliki usaha resmi di dalam kawasan tambang tersebut, menyatakan bahwa dirinya menerima laporan bahwa para pekerja di wilayah tambang underground 12 ha yang akan dia kelola, menjadi korban intimidasi dari oknum tertentu yang mengklaim kekuasaan di lapangan.
“Artinya pekerja saya diganggu dengan cara intimidasi. Saya sebagai Ketua Perkumpulan Putra Putri Angkatan Darat Sulawesi Utara punya usaha di sana dengan dasar hukum yang jelas. Tapi tiba-tiba ada oknum datang menyuruh bongkar dan mengosongkan lahan. Ini yang katanya ‘dua bintang’ itu, menyampaikan secara lisan, ada yang menjadi saksi, akan mendatangkan pasukan Yonmarhanlan dari Bitung. Pertanyaannya, kenapa urusan tambang diselesaikan dengan ancaman militer? Bukannya diserahkan kepada pemerintah yang sah?” ungkap Eko dengan nada kecewa kepada wartawan.
Pernyataan Eko mempertegas kekhawatiran masyarakat bahwa konflik lahan ini tidak hanya soal kepemilikan, tapi sudah merambah pada penyalahgunaan kekuasaan, serta tindakan yang berpotensi melanggar hukum dan HAM.
Masyarakat setempat, yang sebagian besar adalah penambang rakyat, juga menyuarakan hal yang sama. Mereka merasa didiskriminasi dalam wilayah yang selama ini mereka kelola dan bela, bahkan ketika telah menyumbang dalam proses legalisasi koperasi. Kini, mereka justru diusir dan dituduh ilegal, padahal belum ada RKAB yang disahkan sebagai syarat operasional sah tambang tersebut.
“Kenapa kami, yang jelas punya bukti penguasaan lahan, justru dianggap liar dan diancam akan diproses hukum?” ujar seorang penambang lokal yang tak ingin namanya dituliskan.
Situasi ini, menurut banyak pengamat, sudah sangat mendesak dan tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Konflik terbuka bisa meletus kapan saja jika tidak segera dimediasi oleh pemerintah. Desakan pun mengarah langsung kepada Gubernur Sulawesi Utara Mayjen TNI (Purn) Yulius Selvanus, SE untuk mengambil alih kendali situasi.
Ada beberapa tuntutan masyarakat kepada Gubernur Sulut Mayjen TNI (Purn) Yulius Selvanus, SE dan segera memanggil seluruh pihak terkait, termasuk KUD Perintis, aparat, investor, dan perwakilan masyarakat yang menambang di wilayah 100 ha, guna mencari solusi yang adil dan damai.
Diantaranya melakukan evaluasi total terhadap IUP OP Koperasi, terutama terkait legalitas RKAB dan penggunaan alat berat, memerintahkan penghentian semua bentuk intimidasi, kriminalisasi, dan tindakan kekerasan terhadap masyarakat penambang lokal di wilayah 100 ha IUP.
Tak hanya itu saja, masyarakat juga meminta pemerintah provinsi dan pusat diminta hadir aktif, dalam menyelesaikan konflik ini secara hukum dan keadilan sosial. Jika tidak ada langkah nyata dari Pemprov Sulut dalam waktu dekat, banyak pihak khawatir konflik ini akan menimbulkan ketegangan horizontal dan mencoreng nama baik pemerintahan daerah serta aparat keamanan.
“Jangan tunggu rakyat marah. Jangan sampai tanah rakyat dijadikan arena adu kekuasaan kemudian rakyat penambang di lahan sendiri yang dijadikan korban ketidakadilan, intimidasi dan diksriminasi,” tutup Eko Tuppang, mengingatkan dengan serius.
Untuk diketahui, Koperasi Produsen Perintis sudah dua kali mengirimkan surat kepada masyarakat yang menambang di wilayah 100 ha IUP OP, yakni Surat KUD Perintis Nomor: 15/KUD-Perintis/IV/2025 tanggal 29 April 2025 dan Surat KUD Perintis Nomor: 16/KUD-P/SPSAT/V/2025 tanggal 3 Mei 2025.
Kedua surat tersebut pada pokoknya berisi permintaan penghentian aktivitas pertambangan yang dilakukan di wilayah IUP OP KUD Perintis dengan memuat ancaman pasal pidana sebagai bentuk somasi koperasi produsen kepada penambang.
Alasan lain yang sempat terungkap kepada wartawan, masyarakat diminta menghentikan kegiatan penambangan karena belum ada RKAB dan tidak ada SPK. Namun faktanya, koperasi produsen sedang membawa diduga investor asing untuk mengelola lahan IUP 100 ha dengan menggunakan alat berat.
Sayangnya, upaya konfirmasi kepada Ketua Koperasi Produsen Perintis Jasman Tonggi melalui sambungan telepon, tak membuahkan hasil. Beberapa kali dihubungi di nomor handphonenya 0856 9625 XXXX, dalam keadaan tak aktif.(Nox)